Skip to main content

Menguak Pengadilan Kilat ala Perusuh Inggris Tahun 2011

Polisi atasi kerusuhan dan penjarahan di London, Inggris (VOA)

Para penegak hukum Inggris menggelar pengadilan cepat , tapi tetap didukung bukti ilmiah dan penyelidikan yang canggih bagi kaum perusuh yang menjarah kota London.

Kasusku.com, LONDON—Laura Johnson (19) adalah mahasiswi Sastra Inggris di Universitas Exter, yang kebetulan juga putri seorang eksekutif bisnis pemilik rumah pertanian mewah di kota Orpington, London Tenggara.Kerabat Laura mengenalnya sebagai gadis cerdas yang juga sering menjadi guru les anak-anak sekolah dasar.

Namun untuk polisi di kota Charlton, dekat Orpington, Laura Johnson adalah salah satu pelaku penjarahan dan pencurian barang di cabang took alat elektronik kerusuhan sosial meledak di Kawasan Metropolitan London dan sekitarnya pada 8 hingga 13 Agustus 2011 .

Polisi setempat menangkap basah Laura karena menyembunyikan seperangkat televisi Toshiba dan Goodsman, microwave dan telepon selular senilai 5.000 poundsterling ( saat itu senilai Rp. 70 juta) di dalam mobil pribadinya. Ditemukan juga topeng balaclava, sarung tangan, selendang, serta rokok dan beberapa botol alkohol.

Dalam  persidangan maraton yang dipimpin hakim Bexleyheath, Laura Johnson mengaku dirinya tidak bersalah, tetapi dihukum membayar uang jaminan yang cukup besar agar mendapat status bebas bersyarat. Tetapi hakim Bexleyheath menghukum Laura untuk memakai gelang elektronik yang memantau lokasinya, dilarang keluar pada malam hari dari jam 19.99 hingga jam 06 pagi serta dilarang memasuki wilayah berkode pos London.

Laura Johnson adalah target Operasi Withern, yaitu penyelidikan, penyitaan barang bukti dan penangkapan para perusuh yang digelar oleh Metropolitan Police yang bertanggung jawab atas wilayah London dan kota-kota sekitarnya . Operasi ini juga didukung Badan Penyidik Kriminalitas Scotland Yard yang memiliki kewenangan penuh nasional. Dalam sepekan, polisi  berhasil menangkap 2.772 orang yang diduga terlibat kerusuhan dan menetapkan 1.406 orang diantaranya sebagai tersangka.

Para perusuh yang jadi tersangka adalah mereka yang berhasil dikenali identitasnya melalui siaran televisi dan dari  rekaman kamera pengintai di berbagai sudut kota. Mereka yang tertangkap seperti Laura Johnson maupun yang menyerahkan diri juga diperlakukan serupa. Mereka membawa senjata dan bom bensin untuk merusak, menjarah dan menaganiaya sesamanya juga tidak lepas dari jerat hukum.

Di antara para tersangka, ternyata ada juga remaja yang didakwa membunuh seorang pria lanjut usia ketika mencoba melakukan penjarahan. Bersama dua orang lainnya, bocah itu dilaporkan mengeroyok dan menganiaya Richard Mannington Bowes (68) yang sedang memadamkan kebakaran di Ealing, London pada 8 Agustus 2011. Para tersangka yang sengaja melakukan pembakaran itu lalu menghantam kepala Bowes hingga luka parah dan akhirnya tewas tiga hari setelah diserang.

Ketika  itu Kepala Unit Layanan Perlindungan Anak London, Daren Streeter , mengatakan siap mendampingi tersangka maupun ibundanya yang turut ditangkap karena menghalangi penangkapan remaja tersebut.

“Kami akan mengawasi kasus ini dan menggunakan semua bukti yang telah diserahkan polisi untuk membela tersangka,” kata Streeter yang tetap merahasiakan identitas kliennya tersebut. Diantara 1.400 orang tersangka yang ditangkap, sedikitnya 305 orang adalah remaja di bawah usia 18 tahun.

Sistem pengadilan maraton terpaksa digunakan di seluruh Gedung Pengadilan kota di London karena begitu banyaknya kasus dan tersangka yang harus diadili. Berbagai sidang besar yang penting dilakukan di Westminster  dan Camberwell yang memiliki banyak ruang sidang. 

Dalam persidangan normal, seorang hakim di Inggris akan mewajibkan terdakwa didampingi pengacara untuk menghadapi tuntutan jaksa.Para petugas hukum itu pun harus mengenakan pakaian khusus, termasuk toga (jubah kebesaran) dan rambut palsu dari bulu kuda. Terdakwa pun bisa dihukum secara akumulatif sesuai pembuktian kesalahannya pada tiap dakwaan, sehingga tidak jarang terdakwa dihukum puluhan bahkan ratusan tahun karena berbagai kesalahannya terbukti di pengadilan.

Dalam persidangan maraton yang digelar untuk para tersangka perusuh, para hakim bersikap lebih longgar. Meskipun masih menggunakan tata krama peradilan yang baku, hakim bersikap lebih lunak. Kepada seorang remaja pria yang mengakui telah mengambil perangkat elektronik yang dibuang sekelompok penjarah, hakim hanya memvonis hukuman percobaan.

Tetapi, kepada tersangka lain, Tracy O’Leary (35), hakim menjatuhkan vonis penjara selama 16 minggu karena mengambil barang jarahan yang dibuang penjarah lain di sebuah taman.

“Hukuman itu pantas, karena Tracy seorang guru untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah Beatrice Tate. Tindakannya benar-benar memalukan,” kata hakim yang memutus kasus tersebut.

Dalam berbagai persidangan yang melibatkan para remaja perusuh itu, tercermin kondisi sosial masyarakat di Inggris.Puluhan remaja itu diajukan ke sidang dalam keadaan sendirian, tanpa ditemani ayah, ibu, maupun kerabat dekat lainnya. Mereka rata-rata tidak peduli lagi bahwa si remaja itu akan dihukum penjara sekalipun. Kondisi ini dialami tidak hanya oleh para remaja dari kaum migran yang berkulit gelap, tapi juga dari kelompok remaja pribumi yang berkulit putih.

Meski pun pengadilan dilakukan secara cepat dan ringkas, bukan berarti mengabaikan asas-asas pembuktian yang baku dalam kasus pidana. Kepolisian Metropolitan London telah mengerahkan 500 orang polisi dan detektif untuk mengumpulkan dan menganalisa rekaman video keamanan selama 20 ribu jam. Aparat forensic pun mengirimkan 300 data vital yang mendukung penyelidikan di 1.100 lokasi kejahatan.

Aparat kepolisian menargetkan untuk mengajukan tuntutan pidana pada 3.000 orang tersangka hingga akhir pekan ketika itu. Para perusuh itu diburu tidak hanya di ibukota London, melainkan juga di berbagai kota besar lainnya seperti Manchester, Liverpool, dan Birmingham

Kepala Kepolisian Metropolitan, saat itu Komisaris Tim Goodwin, memuji hasil kerja keras para bawahannyta tersebut.

“Berkat bukti-bukti ilmiah, rekaman video keamanan dan bukti forensic di lapangan, apparat kami berhasil mengajukan lebih dari seribu orang tersangka pelaku kerusuhan ke pengadilan tanpa keraguan sedikitpun, “ kata Goodwin.

Perdana Menteri Inggris ketika itu, David Cameron memang sudah menginstruksikan agar para perusuh diburu hingga berbagai lokasi persembunyiannya. Cameron juga mengizinkan apparat kepolisian dan media massa untuk bekerjasama menampilkan  wajah-wajah perusuh yang tertangkap oleh kamera pengawas. Cara ini biasanya manjur untuk memancing partisipasi masyarakat guna memberikan petunjuka kepada polisi tentang identitas maupun lokasi persembunyian buronan kejahatan.

“Kami memanfaatkan tekhnologi dalam membantu upaya pencarian kaum perusuh dengan menyimpan gambar-gambar para tersangka di CCCTV (kamera pengintai).Dengan demikian, walaupun mereka belum tertangkap, wajah-wajah mereka akan tetap teridentifikasi dan mereka tidak akan bias lepas dari hukum,” ucap Perdana Menteri Cameron dalam keterangan pers yang disebarkan Kedutaan besar Inggris di Jakarta pada 2011 silam itu.

Menanggapi protes dar para pemerhati hak azasi manusia, Perdana Meneteri CXameron menegaskan dirinya tidak melanggar HAM dengan menampilkan foto-foto para perusuh di depan umum.

“siapa pun  yang dituntut atas kekerasan dan tindakan kriminal serius lainnya harus tetap ditahan dan tidak dibiarkan kembali ke jalanan.Mereka yang sudah terbukti akan dipenjara,” lanjut Perdana Menteri David Cameron.

Cameron juga mendukung tindakan Komisioner Tim Goodwin yang langsung mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilki isntansinya, yaitu 16 ribu orang petugas aktif, untuk meredam berbagai aksi kriminal di jalanan. Rencana untuk melibatkan militer  saat itu untuk menghadapi kaum perusuh akhirnya dibatalkan, setelah massa berhasil dikontrol oleh polisi agar tidak keluar dari wilayah yang telah mengalami kerusuhan. (br/win)

 

 

 

 

Berita Terkait

Share