Skip to main content

Kreatifitas Murahan Hasilkan Lagu Comotan

Lagu To Tujhe Dekho dalam film Dilwale Dulhaniya Le Jayenge dicomot menjadi Tujuh Kata Cinta. (yashraj)(

Kasuskom,  JAKARTA—Negara lemah dimana pun pasti akan menjadi celah bagi mereka yang bermasalah. Itulah yang kini terjadi. Para pencipta lagu dangdut, meski tak banyak dan semuanya seolah berlomba mengadaptasi lagu-lagu soundtrack film India ke dalam lirik Indonesia, seakan tak mampu lagi berkarya dengan ide dan kreativitas bawah sadarnya.

Kita seolah tengah membangun’ketololan’ di tengah pasar global dan kreativitas murni sebagai pertaruhan. Karya cipta yang seharusnya menjadi acuan bagi kreator seni bidang lirik, pada akhirnya tergelincir pada pameo ’murahan’ yang penting dapur ngebul, meski etika, kejujuran, dan nilai-nilai keikhlasan harus ditabraknya.

Dan semua itu hanya bermuara pada satu kepentingan,yaitu uang! Nilai nominal uang produser ternyata jauh lebih berharga dari nilai-nilai kejujuran ataupun etika. Lagu yang seharusnya menjadi tolok ukur kemandirian dari hasil olah cipta, kini perlahan luntur seiring dengan derasnya tuntutan’kebutuhan’ sehari-hari. Tak pelak karya cipta yang lahir pun, bukan lagi murni hasil sentuhan’qalbu’ yang punya nilai greget lahiriah melainkan’acak cipta’ yang dihasilkan dari kebuntuan berpikir. 

Malapetaka lagu-lagu India daur ulang versi Indonesia yang diracik beragam versi seperti koplo, remix, minang , hingga medley adalah bagian dari konspirasi sepihak untuk membohongi publik. Kebohongan publik dibangun dengan memasukan unsur ritme koplo,medley atau musik daerah agar kelak si pencipta asli atau publishernya kecele, sulit untuk melakukan tindakan hukum alias penuntutan. Dan perilaku ini banyak ditemui dalam musik-musik dangdut koplo, yang lirik dan iramanya dijiplak habis dari lagu-lagu soundtrack film Bollywood, namun sedikitpun tidak dicantumkan asal-usul lagu maupun nama pencipta aslinya, apalagi pemilik lisensi ataupun Publishernya.

“Sebagai seniman yang baik, selayaknya dicantumkan nama pencipta aslinya. Setidak meminta izin kepada pemegang lisensi maupun publisher yang ada disini (Indonesia). Dan sebagai seniman yang baik, berkewajiban mencantumkan nama pencipta aslinya,apalagi menyadur atau mengadaptasi karya cipta. Setidaknya mengakui bahwa karyanya merupakan hasil adaptasi dari lagu India,bukan sebaliknya mengakui sebagai ciptaan sendiri,”ujar pengamat film dan music India, Sam Maulana Akbar kepada  Budi Riyanto dari Kasusku.com, Jum’at (25/4/2025).

Dijelaskan Sam, bila seorang seniman sudah tidak lagi menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika, maka bisa dipastikan kredibilitasnya disangsikan. 

Film Dhoom besutan Sanjay Gadhvi pun digubah menjadi  'Bum Bum' . (yashraj)

“ Jika sudah tidak jujur dalam berkarya, bagaimana mungkin bisa dikatakan seniman besar? Tetap saja itu namanya pencurian karya cipta orang lain, apapun namanya. Mosok kita harus terus dikatakan sebagai pencuri hasil karya cipta orang lain? Dan ini seharusnya menjadi renungan kita semua, terutama bagi para pekerja seni, seperti pencipta lagu pada khususnya. Jujur adalah kunci sukses dan tidak ruginya, daripada menyembunyikan karya orang lain,tetapi pada akhirnya terkuak ke publik,”kata sam, serius.

Kita setuju bahwa bukan zamannya lagi bersitegang urusan pemberian izin lagu kepada pencipta, tetapi kitapun harus gentle lagu yang diraciknya ialah hasil ’gubah cipta’ dari orisinal soundtrack ranah Hindustan. Terlalu banyak untuk disebutkan lagu-lagu berirama dangdut yang dicomot habis dari lagu India, semisal Bum Bum-nya Inul Daratista yang dicomot blek dari soundtrack film Dhoom yaitu Dhoom Machale yang dinyanyikan kolaborasi penyanyi asal Thailand ,Tata Young dan Sunidhi Chauhan asal India. Praktik serupa juga terjadi pada album SMS yang diambil dari soundtrack film Andaz dengan lagu Dil Usdo yang dibawakan Mohammed Rafi- Lata Mangeshkar.

Di bagian lain masih ada ‘7 Kata Cinta’nya Ashraf yang diambil dari soundtrack film Dilwale Dulhaniya Le Jayenge yaitu Tujhe Dekha To-nya Udit Narayan-Lata Mangeshkar, lagu Sharmila yang sempat menghentak pasar dangdut Indonesia pun hasil acak cipta dari lagu Aank Milate Darr Lagta -nya Udit narayan- Alka Yagnik dari soundtrack film Raja. 

Dalam peraturan bisnis hiburan terutama Tarik Suara, mengadaptasi karya cipta orang lain menjadi produk laris di pasaran memang sah-sah saja, selama aturan dan pakem yang ada dalam industri itu dipatuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Tetapi, kenyataannya dilapangan jauh berbeda. Bukan lagi sekedar menabrak rambu-rambu peraturan dan pakem yang ada bahkan nilai-nilai kejujuran, moral dan prilaku-pun ternyata nyaris luntur. Sejauh ini belum ada sepenggal katapun dari para pencipta lagu yang kerap mencomot lagu India, berterus terang bahwa karya ciptanya merupakan hasil adaptasi lagu asing.

Hal itu harusnya menjadi pijakan awal ketika akan melahirkan karya cipta, bukan sebaliknya merasa bangga mampu menghasilkan album yang meledak dipasaran, ternyata bukan olah cipta orisinal. Apapun dalihnya, jika masih terpaut dengan karya cipta orang lain, meski dikutak-katik dan diubah sana-sini, tetap saja secara nurani itu pencurian, meski berlindung dibalik tidak seutuhnya mencomot. Kini yang dibutuhkan adalah pencipta yang jujur, yang mau mengakui kelebihan orang lain. Jika dia mengadaptasi, dia harus menyebutkan sumbernya, jika perlu minta izin, juga harus dilakukan agar industri ini tidak selalu dibebani dengan tudingan miring sebagai pembajak, perampas karya cipta orang lain,”lanjut Sam.

Sekedar tahu, sejauh ini masih terpelihara anggapan bahwa menjiplak soundtrack film-film lama India dibolehkan asalkan jangan menyentuh lagu-lagu terbaru yang filmnya dirilis tahun 2000. Akibatnya, membuat segelintir pengusaha rekaman musik tak lagi mempersoalkan identitas karya cipta yang ditawarkan para pencipta asalkan nilai jual dan komersialnya tinggi dipasaran. Begitupun dengan produser layar kaca, sejauh ini tampaknya atau memang pura-pura belum seutuhnya mengerti akan pemakaian lagu-lagu India dalam sebuah tayangan. Bahkan sejauh ini masih ada pemilik rumah produksi yang santai dan tanpa rasa bersalah memasukkan lagu India milik orang lain ke dalam produknya. Padahal aturannya,sebelum lagu dimasukkan ke dalam tayangan, si pemilik rumah produk- si harus meminta izin dari pemegang lisensinya di Indonesia. Jika tidak tahu,mereka bisa bertanya kepada wadah resmi seperti Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) , Karya Cipta Indonesia atau asosiasi musik sejenisnya. 

Begitupun dengan pencipta lagu,jika ingin mengadaptasi lagu,sudah semesti-nya menjajaki sejauh mana lagu tersebut keberadaan legalnya di Indonesia, bukan asal bikin,tersedak belakangan! Kita mengapresiasi penuh niat pencipta yang mampu mengadaptasi sedetil mungkin,kbahkan nyaris menyamai adonan aslinya. Tetapi , aturan dan pakem yang sudah disepakati dalam industri rekaman, baik gambar hidup, tarik suara dan karya cipta lainnya harus dipenuhi dan diikuti sesuai kesepakatan yang ada, tanpa harus menabrak ’nilai-nilai moral ‘dan etika kewajaran’ lazimnya manusia yang diberi akal sehat.

Jangan lupa, lagu kadang menjadi panutan orang untuk menilai prilaku pencipta itu sendiri. Jika kejujuran telah disembunyikan dan kebohongan publik dipelihara dengan angkuhnya, jangan harap orang akan bersimpati dan bersikap hormat, bahkan sebaliknya diam-diam berkata,”awas pencuri,” sembunyikan karyamu. (bar)

 

Berita Terkait

Share